Hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman sejatinya memiliki kebebasan sebagai mana diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Kebebasan hakim tersebut juga termasuk kebebasan melakukan penemuan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Peran hakim dalam penemuan hukum semakin penting ketika hukumnya tidak jelas atau tidak lengkap. Hal mana berkaitan dengan pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi yang belum diakui di KUHP, sehingga berdampak pada penyebaran pengaturannya dalam tiga tahap secara gradual dan simultan di undang-undang di luar KUHP. Berkaitan dengan tindak pidana korporasi, hakim pada kasus Suwir Laut (2012) dan Indar Atmanto (2014) menjatuhkan putusan pidana terhadap pihak yang tidak didakwakan, yaitu korporasi Asian Agri Group dan PT.IM2, secara berturut-turut. Putusan dari kedua kasus pidana korporasi tersebut telah sampai pada tingkat kasasi dan berkekuatan hukum tetap. Pada tahun 2017 dan tahun 2018, Mahkamah Agung mengeluarkan pernyataan bahwa kedua putusan tersebut, dimana korporasi tidak didakwa namun dipidana, sebagai suatu bentuk dari penemuan hukum oleh hakim. Penulis dalam skripsi ini melakukan penelitian terhadap dua kasus pidana korporasi tersebut ketika dikaitkan dengan kewenangan hakim untuk melakukan penemuan hukum, pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia ketika diperbandingkan dengan Belanda dan Inggris, serta analisis penemuan hukum oleh hakim dalam masing-masing kasus. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode yuridis-normatif, disertai pendekatan perbandingan. Hasil penelitian terhadap kedua kasus menunjukkan bahwa ketidakjelasan dan ketidaklengkapan peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mendorong hakim untuk melakukan penemuan hukum dalam putusnya ketika dihadapkan dengan perkara tindak pidana korporasi. Akan tetapi, penemuan hukum dari hakim dalam perkara pidana memiliki batasan-batasan berupa asas legalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan batasan mayor-minor. Penjatuhan putusan pidana terhadap korporasi yang bahkan tidak didakwakan merupakan akibat tidak hanya dari ketidakjelasan maupun kekosongan hukum terkait tindak pidana korporasi, tetapi juga dari kesalahpahaman hakim dalam pertanggungjawaban pidana korporasi dan keberadaan batasan-batasan penemuan hukum itu sendiri. Hal mana menyebabkan hakim akhirnya melampaui batasan penemuan hukum, sehingga apa yang dilakukan oleh hakim dalam memidana korporasi yang tidak didakwakan bukanlah penemuan hukum.

ID Koleksi: |
42674 |
Jenis Koleksi: |
Skripsi |
Pengarang: |
|
NPM: |
1506748291 |
Jurusan: |
PK 3 (Hukum Acara/Praktisi Hukum) |
Program Studi: |
Ilmu Hukum |
Pembimbing: |
Dr.Febby Mutiara Nelson,S.H.,M.H. Pembimbing |
Nomor Panggil: |
Pk 3-00000540 DIGITAL |
Pemilik: |
PDRH FHUI |
Kota Penerbitan: |
Depok |
Tahun: |
2019 |
Lokasi: |
FHUI Depok |
Keyword: |
aag ; penemuan hukum ; pertanggungjawaban pidana korporasi ; pt.im2. |
Softcopy: |
|
Abstrak: |
Ketersediaan
Eksemplar: 1 dari 1
Tersedia di: PDRH FHUI Depok
Dilihat: 101 kali
Pinjam Koleksi ini*Harus login menggunakan akun SSO kamu yah!
PDRH-FHUI